Oleh : Wawan Hernawan,SKep.CST
Pekanbaru, 15 – 16 Juni 2016 ; Rumah Sakit Prof. Tabrani
Rab dan RSIA Zainab
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Masyarakat
saat ini sangat kritis terhadap pelayanan kesehatan, karena pengetahuan
masyarakat tentang dunia kesehatan semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena
arus informasi media cetak, elektronik dan internet menimbulkan tingginya
harapan pasien akan kepuasan pelayanan rumah sakit. Selain dari itu dengan banyaknya pertumbuhan
rumah sakit, pasien memiliki banyak pilihan dalam menentukan rumah
sakit.
Rumah sakit harus
mampu bersaing agar pasien dan keluarganya merasa aman nyaman dan puas terhadap
pelayanan yang diterimanya. Salah satu strategi yang paling tepat untuk mengimbangi
hal tersebut adalah melalui pendekatan mutu pelayanan yang harus dilaksanakan
secara terpadu, berkelanjutan dan menyeluruh sehingga stake holder maupun
masyarakat yang membutuhkan mendapatkan kepuasan dan memenuhi harapannya.
Di lingkungan rumah
sakit upaya peningkatan mutu pelayanan telah dilaksanakan sejak tahun 2008
dengan berbagai cara, baik mengikuti akreditasi rumah sakit dari Depkes RI
maupun program pengendalian mutu pelayanan yang lalu dikembangkan menjadi
program standar mutu pelayanan yang mengikuti standar kemenkes maupun WHO serta standar
lainnya.
Dengan
dilaksanakannya standarisasi mutu pelayanan, diharapkan mutu dapat terus
di control (quality control) dan
dikendalikan yang sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pasien rumah sakit.
Untuk menyamakan persepsi terhadap mutu pelayanan dan agar upaya peningkatan
mutu dapat dilaksanakan sesuai PDCA (Plan-Do-Check-Action),
diperlukan suatu pedoman mutu pelayanan yang akan menjelaskan
prinsip mutu pelayanan, langkah pelaksanaannya, penentuan indikator, penilaian
dan sebagainya. Pemanfaatan pedoman ini akan melibatkan seluruh unit kerja di
bidang atau bagian dalam mengendalikan dan meningkatkan pengelolaan mutu secara
terpadu.
B.
RUANG LINGKUP
Ruang lingkup peningkatan
mutu pelayanan yang disusun meliputi pengertian dasar mutu pelayanan, definisi dan terminologi, pengorganisasian di rumah sakit, kebijakan, program dan SOP, pelaksanaan upaya peningkatan mutu pelayanan, pencatatan dan pelaporan, selain daripada itu ditambah
dengan tata cara melaksanakan survey.
C.
TUJUAN
1.
Tujuan Umum
Tercapainya kepuasan, harapan dan kebutuhan pasien terhadap pelayanan rumah
sakit
2.
Tujuan Khusus
a.
Terselenggaranya upaya peningkatan mutu yang menunjang keselamatan
pasien
b.
Terselenggaranya pelayanan sesuai dengan standar profesi
c.
Tercapaianya profesionalisme dalam mutu pelayanan
d.
Tercapainya indikator mutu
e.
Terselenggararanya
survey yang berkaitan dengan mutu
D. DASAR HUKUM
1.
Permenkes 1045/Menkes/Per/XI/2006 tentang Pedoman Organisasi
Rumah Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan
2.
Pedoman Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit,
Depkes, 1994
3.
Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP), KKP-RS,
2007
4.
Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient
Safety), Depkes 2006
5.
Petunjuk Pelaksanaan Indikator Mutu Pelayanan Rumah Sakit,
WHO-Depkes, 2001
6.
Indikator Kinerja Rumah Sakit, Depkes, 2005
7.
Standar Pelayanan Rumah Sakit, Depkes, 1999
8.
Standar Pelayanan Minimal Rumah sakit th 2008
PRINSIP DASAR MUTU PELAYANAN
A.
KONSEP TEORI
Pengendalian
kualitas pelayanan pada dasarnya adalah pengendalian kualitas kerja dan proses
kegiatan untuk menciptakan kepuasan pelanggan yang dilakukan oleh setiap orang dari
setiap bagian di Rumah Sakit.
Pengertian pengendalian
kualitas pelayanan di atas mengacu pada siklus pengendalian (control cycle) dengan memutar siklus “Plan-Do-Check-Action” (P-D-C-A). Pola P-D-C-A ini
dikenal sebagai “siklus Shewhart”, karena pertama kali dikemukakan oleh Walter
Shewhart, yang perkembangannya, metodologi analisis P-D-C-A lebih sering
disebuit “siklus Deming”. Konsep ini
melakukan perbaikan secara terus menerus (continous improvement) tanpa
berhenti.
Konsep P-D-C-A
tersebut merupakan panduan bagi setiap manajer untuk proses perbaikan kualitas
(quality improvement) secara rerus menerus tanpa berhenti tetapi
meningkat ke keadaaan yang lebih baik dan dijalankan di seluruh bagian
organisasi. Ada 6 langkah dalam PDCA.
Dalam gambar 2.1
tersebut, pengidentifikasian masalah yang akan dipecahkan dan pencarian sebab-sebabnya
serta penetuan tindakan koreksinya, harus selalu didasarkan pada fakta. Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan
adanya unsur subyektivitas dan pengambilan keputusan yang terlalu cepat serta
keputusan yang bersifat emosional. Selain itu, untuk memudahkan identifikasi
masalah yang akan dipecahkan dan sebagai patokan perbaikan selanjutnya
perusahaan harus menetapkan standar pelayanan.
Hubungan
pengendalian kualitas pelayanan dengan peningkatan perbaikan berdasarkan siklus
P-D-C-A (Relationship between Control and Improvement under P-D-C-A Cycle) diperlihatkan
dalam gambar 2.2.
Pengendalian
kualitas berdasarkan siklus P-D-C-A hanya dapat berfungsi jika sistem informasi
berjalan dengan baik dan siklus tersebut dapat dijabarkan dalam enam langkah
seperti diperlihatkan dalam Gambar 3.
Keenam langkah
P-D-C-A yang terdapat dalam gambar 3 di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Langkah 1. Menentukan tujuan dan
sasaran → Plan
Tujuan
dan sasaran yang akan dicapai didasarkan pada kebijakan yang ditetapkan. Penetapan sasaran tersebut ditentukan oleh Direktur
Rumah Sakit. Penetapan
sasaran didasarkan pada data pendukung dan analisis informasi.
Sasaran
ditetapkan secara konkret dalam bentuk angka, harus pula diungkapkan dengan
maksud tertentu dan disebarkan kepada semua karyawan. Semakin rendah tingkat
karyawan yang hendak dicapai oleh penyebaran kebijakan dan tujuan, semakin
rinci informasi.
b. Langkah 2. Menentukan metode untuk mencapai tujuan → Plan
Penetapan tujuan
dan sasaran dengan tepat belum tentu akan berhasil dicapai tanpa disertai
metode yang tepat untuk mencapainya.
Metode yang ditetapkan harus rasional, berlaku untuk semua karyawan dan
tidak menyulitkan karyawan untuk menggunakannya. Oleh karena itu dalam
menetapkan metode yang akan digunakan perlu pula diikuti dengan penetapan
standar kerja yang dapat diterima dan dimengerti oleh semua karyawan.
c. Langkah 3. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan → Do
Metode untuk mencapai
tujuan yang dibuat dalam bentuk standar kerja. Agar dapat dipahami oleh petugas
terkait, dilakukan program pelatihan para karyawan untuk memahami standar kerja
dan program yang ditetapkan.
d. Langkah 4. Melaksanakan pekerjaan → Do
Dalam pelaksanaan
pekerjaan, selalu terkait dengan kondisi yang dihadapi dan standar kerja
mungkin tidak dapat mengikuti kondisi yang selalu dapat berubah. Oleh karena
itu, ketrampilan dan pengalaman para karyawan dapat dijadikan modal dasar untuk
mengatasi masalah yang timbul dalam pelaksanaan pekerjaan karena
ketidaksempurnaan standar kerja yang telah ditetapkan.
e. Langkah 5: Memeriksa akibat
pelaksanaan → Check
Manajer
atau atasan perlu memeriksa apakah pekerjaan dilaksanakan dengan baik atau
tidak. Jika segala sesuatu telah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan
mengikuti standar kerja, tidak berarti pemeriksaan dapat diabaikan. Hal yang harus disampaikan kepada karyawan
adalah atas dasar apa pemeriksaan itu dilakukan. Agar dapat dibedakan manakah
penyimpangan dan manakah yang bukan penyimpangan, maka kebijakan dasar, tujuan,
metode (standar kerja) dan pendidikan harus dipahami dengan jelas baik oleh
karyawan maupun oleh manajer. Untuk mengetahui penyimpangan, dapat dilihat dari
akibat yang timbul dari pelaksanaan pekerjaan dan setelah itu dapat dilihat
dari penyebabnya.
f. Langkah 6 : Mengambil tindakan yang
tepat → Action
Pemeriksaan
melalui akibat yang ditimbulkan bertujuan untuk menemukan penyimpangan. Jika
penyimpangan telah ditemukan, maka penyebab timbulnya penyimpangan harus
ditemukan untuk mengambil tindakan yang tepat agar tidak terulang lagi
penyimpangan. Menyingkirkan faktor-faktor penyebab yang telah mengakibatkan
penyimpangan merupakan konsepsi yang penting dalam pengendalian kualitas pelayanan.
Konsep PDCA dengan
keenam langkah tersebut merupakan sistem yang efektif untuk meningkatkan
kualitas pelayanan. Untuk mencapai kualitas pelayanan yang akan dicapai
diperlukan partisipasi semua karyawan, semua bagian dan semua proses.
Partisipasi semua karyawan dalam pengendalian kualitas pelayanan diperlukan
kesungguhan (sincerety), yaitu sikap yang menolak adanya tujuan yang
semata-mata hanya berguna bagi diri sendiri atau menolak cara berfikir dan
berbuat yang semata-mata bersifat pragmatis. Dalam sikap kesungguhan tersebut
yang dipentingkan bukan hanya sasaran yang akan dicapai, melainkan juga cara
bertindak seseorang untuk mencapai sasaran tersebut.
Partisipasi semua
pihak dalam pengendalian kualitas pelayanan mencakup semua jenis kelompok
karyawan yang secara bersama-sama merasa bertanggung jawab atas kualitas
pelayanan dalam kelompoknya. Partisipasi semua proses dalam pengendalian
kualitas pelayanan dimaksudkan adalah pengendalian tidak hanya terhadap output,
tetapi terhadap hasil setiap proses. Proses pelayanan akan menghasilkan suatu
pelayanan berkualitas tinggi, hanya mungkin dapat dicapai jika terdapat
pengendalian kualitas dalam setiap tahapan dari proses. Dimana dalam setiap tahapan proses dapat
dijamin adanya keterpaduan, kerjasama yang baik antara kelompok karyawan dengan
manajemen, sebagai tanggung jawab bersama untuk menghasilkan kualitas hasil
kerja dari kelompok, sebagai mata rantai dari suatu proses.
Dimensi Mutu atau
aspeknya adalah :
a.
Keprofesian
b.
Efisiensi
c.
Keamanan Pasien
d.
Kepuasan Pasien
e.
Aspek Sosial Budaya
B.
DEFINISI MUTU
Adalah derajat
kesempurnaan pelayanan rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan
standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit. Sari Asih Group
(SAG) secara wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan
memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum dan sosio budaya dengan
memperhatikan keterbatasan dan kemampuan rumah sakit dan masyarakat konsumen.
C.
DEFINISI INDIKATOR
Indikator adalah
suatu cara untuk menilai penampilan kerja suatu kegiatan dengan menggunakan
instrumen. Indikator merupakan variabel yang digunakan untuk memulai suatu
perubahan.
1.
Indikator yang ideal
Menurut WHO indikator yang
ideal mempunyai
4 kriteria yaitu :
a.
Sahih (Valid), yaitu benar-benar dapat
dipakai untuk mengukur aspek yang akan dinilai
b.
Dapat dipercaya (Realible), yaitu mampu menunjukkan
hasil yang benar pada penilaian yang dilakukan secara berulang kali, artinya
komponen indikatornya tetap
c.
Sensitif, yaitu peka untuk digunakan sebagai bahan
pengukuran
d.
Spesifik, yaitu mampu memberikan gambaran perubahan ukuran
yang jelas pada suatu jenis kegiatan tertentu.
Dalam menyusun dan menetapkan indicator
kinerja rumah sakit ditempuh dengan cara menginventarisasi data apa saja yang
tersedia di rumah sakit yang dapat dimanfaatkan untuk diolah menjadi indikator mutu. Indikator untuk mengukur
kinerja rumah sakit juga mengadop indikator mutu pelayanan rumah sakit. Kemudian disusun definisi operasional
dari setiap indikator, setiap indikator dibicarakan dengan bidang/bagian/unit
kerja.
2.
Cara Penggunaan
Indikator Kinerja Rumah Sakit
Indikator kinerja
rumah sakit dilaksanakan secara swa-nilai (self
assesment). Penilaian dilaksanakan setiap hari yang dikompilasi secara
bulanan. Hasil penilaian ini dijadikan sebagai bahan rapat bulanan peningkatan
mutu oleh Direksi rumah sakit dan Komite Medis. Bagi kalangan medis, hasilnya
dapat digunakan untuk menilai pelaksanaan tindakan medik di beberapa
bagian/instalasi/departemen. Setiap analisis yang dilakukan dapat digunakan
untuk menjawab pertanyaan apakah kebutuhan dari bagian/instalasi/departemen
ruangan/pelayanan telah dipenuhi sehingga mutu pelayanan dapat terjamin.
3. Cara Pandang Area Indikator
National Health Service (NHS) mengusulkan 4 area yang perlu
disepakati untuk dijadikan indikator kinerja rumah sakit yaitu :
a.
Clinical effectiveness and outcomes;
b.
Efficiency;
c.
Patient/carer experience; and
d.
Capacity & capability.
4.
Indikator Yang Dipilih
a. Indikator lebih
diutamakan untuk menilai output daripada input dan proses
b. Bersifat umum, yaitu
indikator untuk situasi dan kelompok bukan untuk perorangan.
c. Dapat digunakan
untuk membandingkan dengan Rumah Sakit lain, baik di dalam maupun luar negeri.
d.
Dapat
mendorong intervensi sejak tahap awal pada aspek yang dipilih untuk dimonitor
e.
Didasarkan pada data yang ada.(evidance based)
5.
Kriteria Yang Digunakan
Kriteria yang
digunakan harus dapat diukur dan dihitung untuk dapat menilai indikator,
sehingga dapat sebagai batas yang memisahkan antara mutu baik dan mutu tidak
baik.
6.
Standar
Yang Digunakan
Standar yang digunakan ditetapkan berdasarkan :
a.
Acuan dari berbagai sumber
b.
Benchmarking dengan Rumah Sakit yang setara
c.
Berdasarkan trend yang menuju kebaikan
D.
INDIKATOR KINERJA RUMAH SAKIT YANG BERHUBUNGAN DENGAN MUTU (STANDAR AKREDITASI RUMAH SAKIT, KEMKES- KARS 2011)
1. Indikator dengan area klinis
1.
Asesmen pasien
2.
Pelayanan laboratorium
3.
Pelayanan radiologi dan diagnostic imaging
4.
Prosedur bedah
5.
Penggunaan antibiotika dan obat lainnya
6.
Kesalahan medikasi (medication
error) dan Kejadian Nyaris Cedera (KNC)
7.
Penggunaan anestesi dan sedasi
8.
Penggunaan darah dan produk darah
9.
Ketersediaan,isi dan penggunaan rekam medis pasien
10. Pencegahan dan pengendalian infeksi,
sureilans dan pelaporan
11. Riset klinis
Paling sedikit 5 (lima) penilaian terhadap upaya klinis harus dipilih dari indikator yang ditetapkan.
2. Indikator dengan area manajemen
1.
Pengadaan rutin peralatan kesehatan dan obat penting untuk
memenuhi kebutuhan pasien
2.
Pelaporan aktivitas yang diwajibkan oleh peraturan perundang -undangan
3.
Manajemen Resiko
4.
Manajemen penggunaan Sumber Daya Manusia
5.
Harapan dan Kepuasan Pasien dan Keluarga
6.
Harapan dan Kepuasan Staf
7.
Demografi Pasien dan Diagnosis Klinis
8.
Manajemen Keuangan
9.
Pencegahan dan Pengendalian dari Kejadian yang dapat menimbulkan masalah
bagi Keselamatan Pasien, Keluarga Pasien dan Staf.
E.
INDIKATOR RUMAH SAKIT
YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESELAMATAN PASIEN (STANDAR
AKREDITASI RUMAH SAKIT, KEMKES- KARS
2011)
1.
Ketepatan identifikasi pasien
2.
Peningkatan komunikasi yang efektif
3.
Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
4.
Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi
5.
Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
6.
Pengurangan resiko pasien jatuh
F.
INDIKATOR MUTU YANG BERHUBUNGAN DENGAN
STANDAR PELAYANAN MINIMAL RUMAH SAKIT (KEPMENKES
129/MENKES/SK/II/2008)
1.
Gawat Darurat
2.
Rawat Jalan
3.
Rawat Inap
4.
Bedah
5.
Persalinan,perinatologi
6.
Intensif
7.
Radiologi
8.
Lab Patologi Klinik
9.
Rehabilitasi Medik
10. Farmasi
11. Gizi
12. Tranfusi darah
13. Pelayanan GAKIN
14. Rekam medik
15. Pengelolaan limbah
16. Administrasi dan manajemen
17. Ambulance/kereta jenazah
18. Pemulasaraan jenazah
19. Pelayanan pemeliharaan sarana rumah
sakit
20. Pelayanan Laundry
21. Pencegahan dan pengendalian infeksi
(PPI)
G.
SUMBER INFORMASI
DALAM UPAYA PENINGKATAN MUTU
Kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan
pasien, digerakkan oleh data. Pengolahan data dilaksanakan secara efektif dengan data-data
dari area klinis dan area manajemen yang berbasis pada bukti (Evidence Base).
H.
DEFINIDI KTD, KNC
dan SENTINEL
1.
Kejadian tidak
diharapkan (KTD) ( Adverse Event ):
Kejadian
yang mengakibatkan cedera pasien akibat pelaksanaan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan.
2.
Kejadian Nyaris
Cedera (KNC) (Near miss):
Kesalahan akibat melaksanakan/tidak melaksanakan suatu tindakan yang dapat
mencederai pasien tapi tidakterjadi karena keberuntungan, pencegahan atau
peringanan.
3.
Kejadian Sentinel
(sentinel event )
KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera serius.
Selain itu rumah sakit menetapkan
definisi operasional dari kejadian sentinel yang meliputi :
a.
Kematian tidak terduga dan tidak terkait dengan
perjalanan alamiah penyakit
pasien atau
kondisi yang mendasari penyakitnya (contoh : bunuh diri).
b.
Kehilangan fungsi utama (major) secara permanen yang
tidak terkait dengan perjalanan alamaiah penyakit pasien atau kondisi yang
mendasari penyakitnya.
c.
Salah lokasi-salah prosedur, salah pasien operasi dan
d.
Penculikan bayi atau bayi yang dipulangkan bersama orang
yang bukan orang
tuanya
I.
METODOLOGI
PENELITIAN
Metoda penelitian yang digunakan pada survey ini adalah Metoda Deskriptif
Analitik, Penelitian Deskriptif Analitik ini dimaksudkan untuk mendapatkan
gambaran tentang mutu pelayanan Rumah Sakit.
Proses pengambilan data yang digunakan melalui observasi dan kuesioner, dimana
untuk kuesioner pertanyaan tertulis dajukan kepada responden dan jawaban diisi
oleh responden sesuai dengan daftar isian yang diterimanya.
1.
Materi Penelitian
a.
Populasi,
Populasi penelitian adalah seluruh pasien yang datang berkunjung ke Medical
Center dan atau yang dirawat di Mayapada Hospital Tanagerang dalam kurun waktu
yang telah ditentukan.
b.
Sample, pengambilan sample dilakukan secara acak pada pasien-pasien
yang sedang atau telah mendapatkan pelayanan di Mayapada Hospital Tanagerang, pasien
yang telah atau sedang dirawat di Mayapada Hospital Tanagerang dan hal ini
dilakukan sampai dengan jumlah sample mencukupi untuk penelitian, jumlah sample
diambil dari jumlah proporsi pasien dengan rumus :
|
Rumus menurut Taro Yamane :
n = Jumlah Sampel
N = Jumlah Populasi yang diketahui
D = Presisi yang ditetapkan
Contoh:
Diketahui jumlah pasien rawat inap ada 109 orang dengan tingkat presisi ditetapkan sebesar 10% , maka
jumlah sampel yang akan diteliti adalah 52,15311 dibulatkan menjadi 53 orang. Menurut Surakhmad apabila
populasi hanya mencapai 100 orang maka sedikitnya diperlukan 50% dari populasi
yang dijadikan sampel.
4D titanium legs at the top of the pyramid of Tutu by
BalasHapusFour diamond tip-of-mouth slots; snow peak titanium 3,000 of them titanium engine block are on the top floor of Tutu. Three of them belong to a titanium glasses frames royal family who λΈλ μ had worked for titanium ring the